Lalu, Dimana Aku?

Saat ini kami (saya dan suami) sedang menjalani Promil (Program Hamil) di salah satu DSOg di Bandung. Sebenarnya, 2 bulan lalu saya sempat hamil tapi keguguran.  Lalu dokter menawarkan program hamil mengingat kondisi saya yang tergolong usia beresiko. Programnya masih ga macem macem kok. Saya diberi Profertil yang berfungsi untuk memperbesar ukuran sel telur. Tablet profertil ini dikonsumsi 1 x selama 5 hari dimulai dari hari ke 2 Haid.

Sudah sebulan sejak konsumsi Profertil, hari kemarin saya harap harap cemas. Berharap hasilnya sesuai dengan harapan alias tamu bulanan tak datang.  Ternyata tamu bulanan saya dateng pagi tadi dan artinya saya belum dikasih buat hamil. Kecewa? Pastinya, hingga suami saya –yang kebetulan sedang di bandung- berkali kali mengingatkan untuk tetap ikhtiar ikhlas dan tawakal.

Di kantor, pikiran saya sama sekali tidak fokus.  Saya masih tak habis pikir, kenapa bisa ga hamil ya? padahal saya udah minum obat, jaga pola makan,pola hidup pokoknya semua saran dokter udah dijalanin. DOa? apalagi yang ini, pastinya tak pernah lewat. HIngga siang tadi saya memutuskan untuk ganti dokter dan ikut program hamil lagi.

Suami –yang udah hafal karakter saya– begitu tahu keputusan saya, ga berkomentar banyak. Selama hampir 30 menit saya nyerocos di telpon dengan mengemukakan berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah saya takut disuruh minum profertil lagi, sementara efek sampingnya adalah menimbulkan kista. Sementara saya ada kista endometrium seukuran 3.5 cm di kanan dan 2 cm di bagian kiri. Ini yang membuat saya ketakutan setengah mati.  Saya takut operasi jika dalam waktu 2 bulan promil ini saya gagal hamil.

Kecapean nyerocos, giliran suami yang berkomentar pendek. “iya, terserah Ibun. Abi ikut aja. Tapi Ibun tidak boleh kecewa karena sudah merasa berusaha maksimal. Program hamil, minum obat, ikut anjuran dokter lalu kecewa karena hasilnya tak sesuai dengan keinginan. Jika berfikir seperti itu, Ibun harus introspeksi. Bisa jadi ini teguran dariNya yang meminta hakNya dipenuhi. Dimana Ibun letakkan Dia? di doa yang penuh paksaan atau doa yang penuh kepasrahan?? “

Ya, itulah suami saya. Yang sanggup membuat saya mengerti tanpa harus menggurui. Yang mampu membuat saya terdiam seketika tanpa harus berteriak riuh. Dan kali ini saya sesenggukan, menangis di ujung telpon menyadari titik kesalahan saya.

Benar apa kata suami, bahwa doa doa yang saya hamburkan masih penuh paksaan padaNya, bukan pasrah akan kehendak dan takdirNya. Hingga wajar jika saat ini Dia mengingatkan saya “jika kamu merasa telah berusaha  maksimal, lalu dimana AKU?” ya, saya melanggar batas teritorialNya, yang paling berhak menentukan, Maha Kuasa dan Maha Berkehendak.

Sekarang saya sudah tidak kecewa lagi.  Tapi saya dan suami memutuskan untuk berhenti program hamil –yang baru dijalani satu bulan– dan membebaskan otak kami dari target hamil, melupakan sejenak soal usia kami yang masuk kategori riskan. Kami berdua ingin hamil secara alami saja, tanpa obat dan jadwal dokter yang membuat kami dikejar target dan tenggat.

Insya Allah, saya bisa hamil tanpa promil. Buktinya, 2 bulan lalu saya sempat hamil walau keguguran. Artinya, saya sehat. Cuma yang jadi PR sih, jadwal ketemuan ama suami yang harus dicari solusinya 😀

Bismillah, do’akan kami.. 🙂

4 pemikiran pada “Lalu, Dimana Aku?

  1. Bisa jadi ini teguran dariNya yang meminta hakNya dipenuhi. Dimana Ibun letakkan Dia? di doa yang penuh paksaan atau doa yang penuh kepasrahan?? “…..subhanalloh…kata2nya bagus mbak,aku nangis bacanya….makasih mbak,udah buat aku lebih dalam introspeksi diri….makasih ya mbak

Tinggalkan komentar