Sabtu malam, 22 feb kemarin hujan mengguyur area rumah kami. Sudah jam 22.00 dan anak anak terlelap di kamar. Saya dan suami duduk di temani suara hujan di ruang tengah. Kami berbicang tentang banyak hal. Sejujurnya,sejak anak kedua lahir 2 tahun lalu, perbincangan seperti ini jarang sekali kami lakukan. ya apalagi alasannya, selain kecapean ngurus bayi yang masih setia terbangun tengah malam karena lapar dan menyusu. Perbincangan kami sering terpenggal tangis bayi yang mencari ibunya. Akhirnya kami lebih sering berbincang lewat wasap dan dibahas lagi saat suami sampai rumah hingga sebelum saya nganter anak anak tidur. Singkat.
Kondisi ini terkadang membuat hal hal krusial dibahas secara sepotong sepotong, bahkan menggantung tak berujung. Alhamdulillah, kami berusaha mengatasinya dengan sesekali terbangun di lelap tidur dan beranjak keluar kamar demi mencari sosok pasangan yang masih belum terlelap.
Seperti saat kemarin. Moment yang tak direncanakan menjadi harta karun tersembunyi bagi quality time kami. Kami berbincang santai, ditemani suara hujan yg deras. TAk ada tv, tak ada gawai. Hanya kami berdua.
Apa sih yang dibahas? banyak sekali. Tentang saya, tentang dia, tentang anak anak, tentang kami, kakak dan adik, dan juga mantan kami. Mantan? iya.. mantan pacar saat jaman sekolah dulu. Kami melewati masa masa seperti itu saat kami sekolah. ya, saya dan suami satu sekolah saat smp dan selanjutnya, tak pernah satu almamater lagi.
Kami berdua tidak pernah cemburu dengan masa lalu masing masing. Saya sebut saat sma dia itu serupa Dilan dan Milea sementara saya, seperti Rangga dan Cinta. hahaha.. Dan pada akhirnya, Dilan dan Cinta yang menikah meninggalkan Milea dan Rangga. Kami masih menyimpan kontak mantan masing masing, tapi tidak pernah sengaja hubungi. Saya masih bertanya tentang Milea-nya dan dia tau kondisi Rangga-nya saya. Dia santay bertanya semua mantan saya dan saya tak merasa terganggu. Malah kami selalu ketawa cekikikan saat salah satu dari kami menceritakan kisah saat masa itu. Kisah saya yang pernah disambangi laki laki cuma untuk ngasih martabak ketan dan selanjutnya meninggalkannya saat martabak sudah ditangan. Atau kisah saat saya menerima sepucuk kertas lusuh berisi curhat dari seorang laki laki teman sekelas, dan kertasnya lalu beredar di seantero kelas, hingga saya marah2 karena malu.
Dia hafal semua ceritanya. Dan saya pun hafal kisah dia. Kami nyaman saja menceritakan semua dan menertawakan kisah kisah bodoh itu. Lalu setelah selesai berbincang, biasanya kami saling mengucapkan syukur dan berterimakasih karena sudah menjadi pasangan hidup. Dipertemukan dalam jalinan pernikahan yang diridhoiNya.
Mungkin cara kami ini tak lazim untuk pasangan lain. Tapi inilah kami, dengan segala penerimaan yang tulus akan kekurangan, juga masa lalu. Tak penting lagi saya menikah dengan Rangga mantannya Cinta atau Dilan si cintanya Milea. Satu hal, kami berusaha merangkum semua rasa itu, dalam sebuah kisi hati yang terbuka oleh sebuah kesadaran penuh. Bahwa Kami ada hari ini karena perjalanan itu.